Usir Etnis Rohingya, Biksu Ashin Wirathu Benci Umat Islam

Image Source : Istimewa

Image Source : Istimewa

JAKARTA — Akar masalah dari Rohingya adalah rezim militer yang tengah berlangsung di negara Myanmar. Rezim tersebut yang membuat etnis Rohingya tak memiliki kewarganegaraan. Kekejaman yang dilakukan mereka menjadi sorotan publik mancanegara. Bukan hanya itu nasib umat Rohingya pun terkatung-katung dengan mengungsi keberbagai penjuru dunia seperti Indonesia dan juga Arab Saudi.

Konflik Rohingya tidak dapat dipisahkan dari latar belakang sejarah, corak keagamaan, dan psikologi budaya kedua kelompok yang berseteru. Saat ini gelombang pengungsi Rohingya telah mencapai lebih dari 12 ribu jiwa di Indonesia.

Hadirnya biksu Ashin Wirathu dikenal sebagai sosok radikal yang menyeruakan kebencian terhadap keberadaan Muslim di Myanmar, tak pelak majalah Time maupun New York Times pun melabeli Ashin Wirathu sebagai Osama Bin Laden versi Burma.

Penyebab sang biksu kejam lantaran dipicu dari trauma dengan negara Indonesia yang dahulunya terkenal sebagai penganut agama Buddha terbanyak yang lambat laun tergerus akan hadirnya umat Islam di bumi Nusantara.

“Biksu ini (Ashin Wirathu) mempunyai trauma yang tinggi terhadap Indonesia. Dirinya memiliki dendam kepada umat Islam, dan takut penganut agama Buddha menjadi terkikis di negara Myanmar seperti yang terjadi dulu di Indonesia,” ujar Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas saat dihubungi Republika, Jumat (22/5).

Sementara itu, Ilyas menambahkan agar umat Muslim Indonesia menahan diri agar tidak tersulut dengan adanya permasalahan yang terjadi di Myanmar. “Sentimen Buddha jangan di balas di sini, umat Islam tak mengajarkan balas dendam dan juga menghukum yang lemah tanpa belas kasih,” ujarnya.

Sumber : Republika

Umat Buddha Indonesia tak Perlu Khawatir Kasus Rohingya Diseret ke Konflik Agama

 

Image Source : Istimewa

Image Source : Istimewa

JAKARTA — Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mengatakan umat Buddha di Indonesia tidak perlu cemas dengan akan terjadinya aksi teror yang mengatasnamakan agama, dampak dari tragedi pembantaian dan pengusiran Muslim Rohingya di Myanmar.
Menurutnya umat Muslim di Indonesia telah memahami apa yang terjadi di Myanmar, tidak berkaitan dengan di tanah air. Selain itu ulama, tokoh-tokoh Islam, dan pemerintah pastinya memberikan penjelasan agar tidak ada salah persepsi yang berujung pada pertikaian etnis.

“Sangat disesali apa yang terjadi di sana (Myanmar), ini memang sudah masuk dalam persoalan agama. Namun, tak perlu dicemaskan karena saya rasa dan yakin bahwa masayarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam tahu hal-hal apa yang harus ditindak dan mana yang harus di selesaikan secara damai dan rukun,” ujarnya kepadaRepublika

Ilyas melanjutkan, kendala yang tak berujung dengan perdamaian ini dipicu lantaran Pemerintah Burma keras kepala dan tak mau mendengarkan pendapat ataupun masukan dari negara-negara lain. Terlebih bukan hanya Indonesia saja yang turun tangan atas peristiwa ini negara seperti Australia, Singapur dan lain-lainnya.

“Seperti yang dijelaskan Pak Wakil Presiden, Jusuf Kalla jika memang benar bahwa Pemerintah Myanmar (Burma) sangat keras kepala. Seharusnya mereka menerima masukan dari negara-negara lain agar menghentikan aksis sadis ini. Kasihan mereka (umat Rohingya) berkatung-katung nasibnya dan selalu cemas dalam kehidupan di muka bumi ini,” jelasnya.

Sumber : Republika

Biksu Ashin Wirathu Sebut Etnis Rohingya Sebagai Anjing Gila

 

Image Source : Istimewa

Image Source : Istimewa

JAKARTA — Munculnya kisah tragedi kemanusiaan yang terjadi di wilayah Myanmar, Burma, adalah gambaran sebuah kisah yang sangat menyedihkan, kisah suatu kaum yang seharusnya mendapatkan hak untuk hidup layak, tetapi malah diperlakukan dengan tidak semena-mena. Kebiadaban biksu Ahsin Wirathu yang mengusir etnis Rohingya dari Myanmar sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Terlebih, dirinya sering bersuara untuk mengajak pengikutnya agar memerangi kaum minoritas yang beragama Islam. Untuk diketahui jika kelompok etnis Rohingya merupakan kaum keturunan etnis Bengali, lebih spesifiknya dari sub-etnis ‘Chittagonia’ yang mayoritas tinggal di Bangladesh bagian tenggara. Adapun bangsa Burma sendiri adalah berasal dari rumpun ‘Thai-Kadal’, Austroasiatik, atau Sino-Tibetan.

Namun, permasalahan di Burma memiliki kebijakan yang berbeda, suku Rohingya tidak diakui sama sekali sebagai bagian dari masyarakat Burma, bahkan, bila perlu mereka harus diusir atau seperti yang terjadi saat ini, dibantai sebagian, agar sebagian yang lainnya dapat mengungsi karena ketakutan.

Artinya, etnis Rohingya ini, semenjak negara Burma merdeka di tahun 1942 dari pemerintahan kolonial Inggris, telah dianggap sebagai imigran gelap. Padahal, pada kenyataannya eksistensi mereka sudah ada berabad-abad sebelum Burma merdeka.

Penderitaan seperti ini kerap berangsur-angsur setiap tahunnya. Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution mengatakan, dengan adanya masalah Rohingya adalah timbulnya gemuruh dalam Hak Asasi Manusia (HAM).

“Saat ini kita sudah tidak lagi melihat masalah ini sebagai lingkup nasional, tetapi juga masalah regional dan internasional yang tersambung satu sama lain. Persoalan manusia sejatinya tidak boleh dibatasi sekat-sekat administrasi teritori,” tuturnya melalui pesan singkat, Sabtu (23/5).

Lebih lanjut, Maneger khawatir jika permasalahan itu berdampak secara domino pada negara-negara tetangga khususnya Indonesia yang dahulu sempat dimayoritaskan umat Buddha. Adapun peranan Pemerintah untuk mencegah terjadinya konflik etnis.

Sebelumnya, Wajah Ashin menghias cover depan majalah Time, dan diberi judul ’The Face of Buddhist Terror’. Majalah terkemuka asal Amerika Serikat (AS) juga di dalam berita menyebut sosok Ashin Wirathu sebagai Osama Bin Laden versi Burma.

Dalam kutipanya di Time, Rabu (20/5) lalu, Ashin menyatakan jika ‘Sekarang bukan saatnya untuk diam’ Apa yang disampaikan biksu berumur 46 tahun itu merujuk kepada kekerasan yang dilakukan pada Muslim Rohingya.

Sosok Ashin itu tak hanya menarik minat Time saja, the Washington Post juga menyorot sepak terjang Ashin yang disebut sebagai pemimpin dalam pergerakan pembantaian Rohingya. “Kamu bisa saja penuh cinta dan kebaikan, tapi kamu tidak akan bisa tidur tenang di sebelah anjing gila!” papar Ashin.

Anjing gila yang dimaksud Ashin tak lain merujuk pada etnis Muslim Rohingya. Perawakannya yang tenang, pakaiannya yang sederhana, seperti biksu pada umumnya ternyata jauh bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya. Ashin pria berkepala plontos pun tak segan-segan dengan keji menghabiskan nyawa manusia yang tak berdosa.

Sumber : Republika